Rabu, 22 September 2010

Agenda Diskusi Selanjutnya 28 September 2010



Agenda diskusi dalam waktu dekat:

"Kekerasan Mengatasnamakan Agama"
Sebuah refleksi kritis atas pemikiran AHMAD WAHIB

Dengan membedah buku "Pembaharuan Tanpa Apologia", sebuah kumpulan essay dari penerbitan Paramadina tentang sebuah tokoh pemikir islam pluralis era Orde Lama. Sebuah Pemikiran yang termasuk mengejutkan pada masanya.

Pembicara:
1. DR. Ade Armando. MSC
(Dosen FISIP UI)
2. Ihsan Ali Fauzi
(Direktur Program Yayasan Paramadina)

dengan moderator
Taufan Muhamad
(Editor Buletin Essay Astina)

Diskusi akan diadakan di:
Auditorium Komunikasi, Jalan Selo Soemardjan FISIP UI DEPOK, JAWA BARAT, INDONESIA.

Pada hari dan tanggal:
Selasa 28 September 2010
pukul 16.00 hingga 18.00 WIB.

Bagi yang berminat bisa menghubungi:
Akbar 021-94651579
Kiki 021- 96474032


GRATIS Buku "Pembaharuan Tanpa Apologia" dan Makanan ringan.

Terimakasih dan Salam.

Senin, 06 September 2010

Telaah Nama Astina

"Kenapa namanya Astina?"

Bisa jadi itu pertanyaan yang langsung terlintas di benak anda ketika pertama kali membaca nama kelompok diskusi ini. Memang kedengarannya seperti varian salah satu merk mobil buatan Jepang, tapi tentu saja nama ‘Astina’ bukanlah sesuatu yang sebegitu dangkal maknanya. Jika anda pernah membaca kisah-kisah Pandawa Lima, nama ‘Astina’ pasti cukup familiar di telinga anda karena itu adalah nama kerajaan yang menjadi musuh dari ‘Amarta’, sebuah entitas politik dimana para pandawa tinggal.

Memerlukan diskusi dan debat panjang untuk menetapkan ‘Astina’ sebagai nama kelompok diskusi ini, sebab, bagaimana bisa kita memilih kubu Kurawa yang secara eksplisit dibaptis menjadi pihak antagonis oleh Dewa Krishna sebagaimana termaktub dalam kitab Mahabarata? Sederhana saja: jika Semar si pelayan Pandawa diibaratkan sebagai Soeharto, maka Togog sang pengabdi Kurawa pastilah lawannya. Maka kami mulai menafsirkan terbalik kisah wayang purwa tersebut; jika kelima Pandawa adalah elit, maka keseratus Kurawa adalah rakyat banyak. Sesederhana itu.

Dalam epik Mahabarata dikisahkan bahwa perang Amarta dengan Astina dimulai dengan sebuah perjudian antara Kurawa VS Pandawa, dengan istri Arjuna sebagai taruhannya (betapa primitif! Meskipun bisa dimaklumi karena di masa itu belum ada UU perkawinan yang melarang istri dijadikan taruhan). Alkisah, Kurawa memenangkan taruhan itu dan secara sah memboyong pulang hadiahnya. Di sinilah perseteruan Amarta dengan Astina dimulai secara terbuka, yang diwarnai dengan bentrokan-bentrokan kecil, sampai berakhir di pertempuran Padang Kurusetra yang melibatkan 10.000 prajurit Amarta melawan 200.000 bala tentara Astina. Tentu saja Amarta memenangkan pertempuran ini sebab Dewa Krishna berada di kubu mereka.

Namun betapa kebenaran sangat bersifat parokial dalam kisah ini. Sangat memihak. Sangat Amarta-sentris. Dimana Krishna memihak kubu Pandawa semata-mata hanya karena Arjuna mengendarai kereta kencananya. Dengan kata lain, hanya terkait oleh kedekatan semata. Atas dasar itu pula Krishna mengutuk para penduduk Astina menjadi orang-orang buruk rupa yang terlupakan, meskipun lebih jauh lagi, mereka dianggap ingkar karena tidak memberi sesajen padanya. Padahal barangkali mereka panganut agama yang berbeda. Barangkali juga mereka menganut nilai kebenaran universal yang lain (disini juga masih bisa dimaklumi sebab di masa itu belum ada UU religi yang dibuat untuk membangun tenggang rasa antar umat beragama).

Di dalam setiap masyarakat kelas, ideologi dominan berasal dari kelas yang berkuasa. Dalam kisah Mahabarata, Pandawa sebagai pemenang perang merupakan kelas atas yang berkuasa mempunyai kepentingan untuk mempertahankan kekuasaannya maka mereka tidak mungkin merelakan perubahan sistem kekuasaan karena perubahan itu akan mengancam bahkan mengakhiri peranannya sebagai kelas atas. Ideologi dominan berfungsi untuk menstabilkan tatanan kelas dalam masyarakat. Ideologi ini membangun kepercayaan masyarakat tentang manfaat dari tatanan yang ada untuk mewujudkan kepentingan umum. Namun, ideologi yang diterima dan dipercayai bersama hanya memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka sebagai kepentingan umum. Keadilan hanya membenarkan kepentingan kepemilikan utama.

Ketimpangan hubungan dalam kontradiksi antara Pandawa dan Kurawa menunjukkan adanya hakikat kebebasan manusia yang terpasung. Meskipun ada berbagai macam teori deterministik, namun manusia itu bebas merupakan suatu persetujuan umum. Kebebasan manusia bisa saja berkurang, tetapi tidak akan pernah hilang sama sekali. Marx menekankan bahwa, kebebasan selalu terbuka bagi semua individu untuk menegaskan diri sebagai seorang individu di antara masyarakat ilusi yang mengurangi dan membatasi peran individu. Formula Marx untuk aksi bebas adalah “aktivitas praktis-kritis”, yaitu, aktivitas pembentuk proyek dan rencana bagi kehidupan seseorang, memodifikasinya dengan berbagai pengalaman dan berusaha membuatnya berguna. Dalam masyarakat borjuis aktivitas praktis kritis harus dilakukan untuk memperluas ruang lingkup kebebasan manusia. Proletariat merupakan satu-satunya kelompok yang harus membangun kesadaran kritis untuk keluar dari mitos deterministik yang diciptakan oleh kelas borjuis.

Yang berusaha saya katakan adalah; telah terbentuk relasi hegemonis yang mensubordinasi orang-orang Astina dibawah Pandawa. Jika kita baca kisah Mahabarata lebih lanjut, terlihat bahwa Amarta, setelah memenangkan perang, tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan menganeksasi wilayah Astina dan memperbudak orang-orangnya. Selalu terjadi pola-pola deterministik dalam tiap-tiap proses aneksasi militer, yakni terciptanya otoritarianisme. Disinilah Pandawa menancapkan cakarnya; dengan membawa nilai kebenaran yang menurut mereka hakiki, melumpuhkan negara tetangga yang tidak disukai, dan menganggap mereka perlu di-eradikasi atau setidaknya diperbudak.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka bolehkah saya bilang bahwa Amarta itu fasis?

Mari Berdiskusi, sebuah pengantar menuju "Astina"

Pernahkah anda memikirkan tentang pentingnya sebuah diskusi? Jika tidak, barangkali ada baiknya anda bergabung dengan kami, karena kami tidak hanya menawarkan obrolan menyenangkan mengenai topik sehari-hari, tetapi juga ide, imajinasi, dan kreatifitas. Di Kelompok Diskusi Astina kami membahas banyak hal, dari mulai politik, budaya, edukasi, lingkungan, HAM, isu-isu sosial, dan bahkan seks, yang tentu saja, ditelaah dari sudut pandang akademik.

Tujuan kami adalah untuk menciptakan wadah bagi kawan-kawan yang ingin berdiskusi, yang ingin mencari perspektif baru, yang ingin menuangkan ide, atau yang sekedar hanya mencari teman ngobrol. Tidak ada eksklusifitas di sini. Meskipun, tentu saja, ada aturan main yang harus dipatuhi disini, yaitu: "Dengarkan gagasan. Hormati pendapat. Hargai kreatifitas."

Diskusi biasanya digelar setiap hari Kamis setiap dua minggu sekali di ruang-ruang publik mana saja yang tersedia. Jadwalnya akan terus di-update minimal 5 hari sebelum diskusi digelar.